Materi, Tugas, Artikel, Kuliah dan Umum

Blog Archive

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Minggu, 05 April 2015

Memaknai Peran Pasar Tradisional: Perspektif Ekonomika Kelembagaan


Memaknai Peran Pasar Tradisional: Perspektif Ekonomika Kelembagaan

oleh: Poppy Ismalina, Ph.D

I. Pengantar

Pasar tradisional. Kerumunan pedagang kecil, lingkungan pasar kotor, bau dan basah serta pembeli dengan daya beli rendah. Tidak heran apabila dengan mudah kita menyimpulkan bahwa pasar tersebut memiliki peran yang kurang signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah tempat pasar tersebut berada. Apalagi peran terhadap pertumbuhan ekonomi negara.

Namun, ada sudut lain yang berbeda dari keberadaaan pasar tradisional tersebut. Beberapa daerah terkenal dengan keberadaan pasar tradisionalnya. Pasar tradisional di beberapa daerah memiliki daya tarik wisata. Yogyakarta misalnya, terkenal dengan Pasar Beringharjo yang terletak di kawasan Malioboro. Di seberang pulau Jawa misalnya, ada Pasar Kahayan di Palangkaraya, Pasar Padang Bulan di Medan, Pasar Sukowati di Bali dan Pasar Lambocca di Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Namun, persoalannya tidak semua pasar tradisional memiliki daya tarik wisata. Lantas, apakah pasar tradisional tersebut tidak memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut? Apakah kemudian kita biarkan untuk tetap menjadi pasar yang kotor, basah, dan hanya memiliki sasaran pembeli dari masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah?

Tulisan ini akan mengulas tentang hal yang selama ini terlepas dari analisis tentang kontribusi pasar tradisional terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan perspektif ekonomika kelembagaan, faktor-faktor yang selama ini melekat dalam dinamika pasar tradisional akan diangkat ke permukaan untuk kemudian dieksplorasi.

Struktur tulisan ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah pengantar tulisan ini yang kemudian dilanjutkan dengan bagian kedua yang membahas tentang konsep pasar dari berbagai pemikiran ekonomi.

Konsep tersebut sebagai basis dalam interpretasi dinamika pasar tradisional yang lebih luas dan dipaparkan di bagian ketiga dari tulisan ini. Bagian keempat mendeskripsikan peran tradisional yang dikaitkan dengan makna dan tujuan pembangunan. Selanjutnya ditutup dengan uraian mengapa pasar tradisional perlu dikembangkan sebagai sebuah institusi ekonomi.

II. Konsep Pasar dalam Perspektif Ekonomika Kelembagaan

Seluruh ekonom sepakat bahwa makna fundamental dari pasar adalah pertukaran ekonomi (Menard, 1995). Pasar adalah ‘ruang’ untuk melakukan pertukaran, ‘ruang’ untuk jual beli. Di tengah kesepakatan itu, terdapat perbedaan konsep tentang makna pasar lebih luas di kalangan ekonom.

Di dalam pemikiran neo-klasik, hasil dari proses pertukaran jauh lebih penting ketimbang proses pertukaran (Casson, 2003). Harga adalah faktor penentu dalam interaksi permintaan dan penawaran (Menard, 1995) dan oleh karenanya seluruh penyesuaian menuju terciptanya keseimbangan pasar didorong oleh adanya perubahan harga (Casson, 2003).

Sementara itu, ekonomika kelembagaan memiliki perspektif yang berbeda. Dalam perspektif ekonomika kelembagaan, pasar adalah tempat terjadinya pertukaran dimana proses jual beli yang terjadi jauh lebih bermakna ketimbang hasil jual-beli itu sendiri. Dua teori ekonomika kelembagaan, yaitu ekonomika kelembagaan lama (old institutional economics) dan baru (new instititutional economics), masing-masing memiliki penjelasan tentang proses jual-beli/pertukaran di dalam pasar.

Teori ekonomika kelembagaan lama (old institutional economics) mendefinisikan pasar sebagai sebuah institusi dimana di dalamnya terjadi proses kolektif yang memfasilitasi hubungan pertukaran antara pelaku pasar. Perspektif ini menggiring kita untuk berpikir apa yang terjadi di dalam proses pertukaran di suatu pasar yang berkaitan dengan perilaku penjual dan pembeli. Misalnya, bagaimana kontak yang terjadi antar pembeli dan penjual, bagaimana hubungan timbal balik antar mereka, bagaimana mereka bersepakat tentang harga, bagaimana mereka menyelesaikan masalah apabila ada kerugian salah satu pihak ataupun bagaimana mereka saling bertukar informasi dan pengetahuan tentang harga dan produk (Casson, 2003). Pemikiran ini berakar dari tradisi Austria, Evolusi dan Institusi yang sejalan dengan pemikiran tentang teori jejaring pasar (Potts, 2001).

Lebih lanjut, teori ekonomika kelembagaan lama mendefinisikan pasar sebagai sebuah institusi ekonomi. Di pasar, proses pertukaran membentuk, mengelola dan melegitimasi perjanjian kontrak dan transfer hak kepemilikan antar pelakunya. Mekanisme dan proses ini kemudian melembaga karena terjadi dalam waktu yang lama dan membentuk seperangkat aturan, nilai, norma, pola laku, dan konsensus sebagai bagian dari aturan main sebuah institusi ekonomi. Inilah yang disebut dengan proses pembentukan struktur sosial dari pasar tersebut (Arena dan Charbit, 1998; Arena, 1999).

Sementara, teori ekonomika kelembagaan baru melalui ekonomika biaya transaksi (transaction cost economies) menyatakan bahwa akan ada keuntungan (benefit) maupun kerugian (cost) akibat terjadinya pertukaran di dalam pasa yang tidak pernah diperhitungkan dalam analisis sistem harga dari teori neo-klasik (Coase, 1991). Teori ekonomika kelembagaan baru (new institutional economics) menekankan biaya yang akan muncul akibat proses yang terjadi dalam sebuah transaksi adalah proses negosiasi antar pembeli dan penjual mengenai kesepakatan harga dan produk, kesepakatan kontrak, pengawasan produk dan jasa, dan hal lain yang terkait dengan proses pertukaran itu sendiri (Coase, 1991).

Meskipun teori biaya transaksi tidak menawarkan konsep spesifik tentang pasar, teori ini memaparkan tentang struktur kelembagaan ekonomi yang terdiri dari bentuk pasar – campuran (hybrid) – perusahaan (hierarchy) (Williamson, 1993). Teori tentang struktur kelembagaan ini menjelaskan peran para pelaku pasar dalam menetapkan aturan main di dalam pertukaran/transaksi ekonomi di antara mereka serta hak dan kewajiban para pelaku transaksi tersebut.

Dengan demikian, perspektif ekonomika kelembagaan menekankan bahwa pasar adalah fenomena sosial (Arena, 1999; Birner, 1999). Teori ekonomika kelembagaan tidak menolak pentingnya perilaku dan pilihan individu di dalam proses pertukaran. Namun, teori ini menambahkan bahwa pilihan individu di dalam proses pertukaran akan dipengaruhi oleh perilaku kolektif dan struktur sosial dari tempat dimana proses pertukaran tersebut terjadi dan struktur sosial tersebut terbentuk dari proses interaksi para pelaku pasar (Birner, 1999).

III. Pasar Tradisional Sebagai Institusi Ekonomi

Apabila kita menggunakan pemikiran neo-klasik dalam membahas peran pasar tradisional maka analisis yang muncul adalah analisis tentang bagaimana pembentukan harga terjadi di pasar tersebut. Tinjauan kritis sulit dilakukan karena kita tahu bahwa pasar tradisional adalah jenis pasar yang hampir mendekati pasar persaingan sempurna dimana tidak ada pelaku pasar yang memiliki kuasa dalam menentukan harga.

Lantas, bagaimana kemudian kita memberi makna atas peran pasar tradisional terhadap pertumbuhan ekonomi? Perspektif ekonomika kelembagaan akan membawa kita pada analisis yang lebih eksploratif tentang apa yang terjadi di pasar tradisional dan bagaimana pasar tradisional meningkatkan kualitas hidup para pelaku dan pemangku kepentingan yang terlibat di pasar tersebut.

Hal yang paling mendasar dari perspektif ekonomika kelembagaan tentang konsep pasar adalah proses interaksi antar pelaku dalam bertransaksi. Proses interaksi yang terus terjadi dalam waktu yang lama akan melembaga dan membentuk struktur sosial dari institusi ekonomi tersebut, dalam hal ini pasar tradisional. Inilah yang menjadi basis cara pandang kita dalam memaknai pasar tradisional.

Umumnya para pedagang pasar tradisional telah berdagang lama di pasar tersebut dengan produk dagangan yang tidak berubah sepanjang mereka berdagang. Begitupula para pembeli. Intensitas pertemuan membuat kedua belah pihak dapat menjalin hubungan sosial yang akrab. Dengan kata lain, pola interaksi para pelaku pasar di pasar tradisional adalah pola yang penuh dengan keeratan hubungan, saling percaya, dan resiprokal (timbal balik). Proses negosiasi terjadi dalam hubungan sosial yang erat.

Sanksi sosial dapat diberikan apabila terjadi pelanggaran dari kedua belah pihak. Apabila ada salah satu pihak yang mencoba membuat jarak dalam berhubungan, maka hasilnya akan berdampak negatif pada pihak tersebut. Reputasi sosial orang tersebut menjadi buruk karena berita negatif di komunitas pasar cepat sekali menyebar akibat pola hubungan para pelaku yang erat.

Pola interaksi yang demikian inilah yang telah me’lembaga’ di pasar tradisional. Interaksi inilah yang kemudian melahirkan pola laku, norma, nilai, konsensus antar para pelaku pasar tradisional yang kemudian membentuk struktur sosial dari pasar tradisional. Inilah yang menjadi fokus utama dari konsep pasar dalam perspektif ekonomika kelembagaan. Yaitu bagaimana kita memahami proses pembentukan kelembagaan pasar atau struktur sosial pasar tersebut melalui pola interaksi para pelaku pertukaran.

Disebutkan di bagian kedua bahwa pemahaman tentang struktur sosial pasar tradisional berguna untuk memahami bagaimana efisiensi biaya transaksi mungkin terjadi di dalam pasar tersebut. Dengan pola interaksi yang penuh dengan kekerabatan antar para pelaku pasar tradisional maka transaksi-transaksi ekonomi yang terjadi adalah transaksi yang efisien di mata para ekonom kelembagaan. Efisiensi tidak hanya berimplikasi pada penentuan harga, tetapi juga pada mendapatkan kualitas produk yang diinginkan secara cepat dan jaminan keselamatan maupun kenyamanan penggunaan produk.

IV. Memaknai Peran Pasar Tradisional

Apa yang ‘dinikmati’ oleh para pelaku di pasar tradisional seperti yang diutarakan di bagian ketiga adalah salah satu realisasi dari apa yang digariskan Todaro (2000) dan Sen (1999). Pasar tradisional berkontribusi terhadap kebebasan para pelakunya, selain memberikan makna ekonomi seperti efisiensi, pengurangan biaya transaksi, dan jaminan kualitas produk. Penjual, pembeli, petugas keamanan maupun aparat pemerintah yang bertugas di pasar tradisional menjalin sebuah kekerabatan sosial dan inilah warna dari struktur sosial pasar tradisional.

Oleh karena itu, pasar tradisional memiliki kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kekerabatan sosial yang terjadi akan menstimulasi hubungan bisnis yang berlangsung lama dan memiliki potensi untuk pengembangan usaha. Produktivitas masyarakat, baik dari pihak penjual maupun pembeli akan meningkat, pada akhirnya memacu peningkatan aktivitas produksi dimana pihak-pihak tersebut. Di sinilah peran pasar tradisional terhadap pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk tidak memprioritaskan pengembangan pasar tradisional di suatu wilayah. Pasar tradisional yang tidak memiliki keunikan juga harus dikembangkan dengan memaknai pasar tradisional sebagai sebuah institusi ekonomi seperti yang dijelaskan di atas. Pasar, tidak hanya tempat bertransaksi, tetapi juga tempat berinteraksi, ruang bagi masyarakat lokal menumpahkan segala ekspresi sosial dan ekonominya. Pasar tradisional, tidak hanya cerminan dinamika ekonomi, tetapi juga realitas sosial masyarakat kita. Di sinilah peran pasar tradisional bagi kesejahteraan masyakarat lokal.


1) Tulisan dalam Majalah Equlibrium Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
2) Tulisan ini sudah dibagikan di dinding Sekolah Pasar oleh Bu Poppy pada 20 April 2013 dan disinggung kembali oleh Bu Poppy dalam diskusi buku Sekolah Pasar Rakyat: Dari Pasar Rakyat Merebut Kedaulatan pada Selasa, 28 Mei 2013.
3) Dipindahkan ke catatan Sekolah Pasar Rakyat agar dibaca kembali khususnya oleh kawan-kawan di Sekolah Pasar Rakyat sesuai permintaan Bu Poppy :)
4) Terima kasih untuk Bu Poppy yang telah bersedia menjadi pemateri dalam diskusi buku Sekolah Pasar Rakyat: Dari Pasar Rakyat Merebut Kedaulatan pada 28 Mei 2013.

0 komentar:

Posting Komentar