Materi, Tugas, Artikel, Kuliah dan Umum

Blog Archive

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Senin, 22 Juli 2013

Ekonomi Kerakyatan - Pendahuluan "KEEK"


Ekonomi kerakyatan (Demokrasi Ekonomi) merupakan sistem perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Tujuan penyelenggaraan demokrasi ekonomi adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian, dengan sasaran pokok tersedianya lapangan kerja, pendidikan gratis (murah), pemerataan modal material, jaminan sosial bagi penduduk miskin, dan pemberdayaan serikat-serikat ekonomi (koperasi).
Penyelenggaraan ekonomi kerakyatan merupakan amanat konstitusi (normatif) yang termaktub dalam pasal 27, 28, 31, 33, dan 34 UUD 1945, dalam TAP MPR No. VI/1998 tentang Politik-Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, TAP MPR No. II/1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004, dan TAP MPR No. II/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan Untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional, untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan.
Realitas ekonomi yang berkembang di Indonesia masih jauh dari perwujudan amanat konstitusi. Penjualan (privatisasi) aset-aset nasional telah mengalihkan penguasaan sumber-sumber ekonomi dari negara (rakyat) ke tangan kekuasaan asing. Korporasi besar menguasai dan mengelola sumber daya strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak di berbagai daerah. Dominasi jaringan modal internasional telah memunculkan pola hubungan antar pelaku ekonomi yang tidak seimbang dan bersifat eksploitatif-sub-ordinatif.
Kenyataan di atas bertolak belakang dengan cita-cita demokratisasi ekonomi yang merupakan amanat konstitusi. Amanat tersebut khususnya terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan arahan usaha bersama (kolektif) berasaskan kekeluargaan (yang terdapat dalam bangun usaha (asas) kooperasi) sebagai mode (basis) perekonomian nasional. Di sisi lain, negara berperan dalam menguasai dan mengelola bumi, air, dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
Konsekuensi logis dari kondisi obyektif dan amanat konstitusi di atas adalah perlu dilakukannya demokratisasi ekonomi, yang mengacu pada ruang lingkup permasalahan ekonomi yang ada, pada tiga level yaitu level nasional (makro), daerah (regional), dan perusahaan tempat kerja (mikro). Pada level nasional maka perlu arahan menuju demokratisasi BUMN dan pengelolaan aset-aset strategis nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan pengalihan sebagian saham BUMN kepada pekerjanya, customer, koperasi, Pemerintah Daerah, BUMD, dan investor domestik lainnya, bukan kepada shareholderasing melalui listing di pasar modal. Dengan begitu mobilisasi sumber pembiayaan (dana) domestik yang sebenarnya tersedia dan tidak menimbulkan ketergantungan terhadap shareholder asing dapat dilakukan.
Pada level daerah (regional), mengacu pada semangat otonomi daerah maka perlu upaya untuk melakukan demokratisasi BUMD dengan peningkatanshare pekerja, koperasi, customer, dan kelompok ekonomi lokal lainnya dalam kepemilikan saham BUMD dan mobilisasi sumber pembiayaan lokal. Pada level perusahaan (mikro) yang berbentuk perseroan terbatas (PT) maka dapat dilakukan demokratisasi ekonomi di tempat kerja melalui penerapan pola pembagian keuntungan (profit sharing) dan kepemilikan saham oleh pekerja (employee share ownership). Hal ini selaras dengan salah satu fungsi serikat pekerja yang diatur dalam UU Serikat Pekerja Indonesia yaitu sebagai wadah untuk memperjuangkan kepemilikan saham perusahaan oleh pekerja.

0 komentar:

Posting Komentar