Materi, Tugas, Artikel, Kuliah dan Umum

Blog Archive

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Jumat, 03 Juni 2016

Artikel Tebu tak lagi menguntungkan



KETIKA TEBU TAK LAGI MENGUNTUNGKAN


Salah satu faktor para petani beralih dari tanam tebu ke jenis tanaman lainya yaitu semakin berkurangnya lahan tanam tebu. Kota Klaten, mengakui berkurangnya lahan tanam tebu. Penurunan tersebut dirasakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir secara fluktuatif, berkurangnya lahan tanam tebu otomatis berdampak kepada menurunnya produksi tebu.

Beralihnya petani tebu dengan bercocok tanam lainya, Maryono mengaku, tidak dapat mencegahnya. Karena petani akan melakukan usaha tani yang dianggapnya menguntungkan. Terlebih saat ini petani tebu menanam jagung dan kedelai. Pasalnya, jenis tanaman yang banyak ditanam pasca peralihan dari tebu, merupakan jenis tanaman yang justru sejalan dengan program pemerintah.
“Memang susah sekali mempertahankan lahan tebu ini. Karena kalau petani beralih dari tanam tebu ke tanam jagung atau padi, itu tidak masalah. Justru itu sejalan dengan apa yang diprogramkan pemerintah, seperti swasembada padi, peningkatan produksi jagung dan kedelai,” tuturnya.

Menjadi hal yang wajar saat petani tebu beralih ke jenis tanaman lain untuk ditanam. Karena para petani berharap banyak dari hasil panen. Artinya, saat hasil panen tebu dirasa minim atau bahkan tak mencukupi kebutuhan hidupnya, maka para petani beralih bercocok tanam lainnya. Dan itu hukum ekomomi, dimana orang akan mempertahankan usahanya bila mengguntungkan begitu pun sebaliknya. Selain tidak untungnya penanaman tebu yang di sebabkan karena semakin berkurangnya lahan tanam tebu juga dipengaruhi oleh maraknya gula impor dan rendahnya harga gula, akibatnya tanaman tebu terancam kurang signifikan. Para petani tebu ramai-ramai alih tanam komoditas lain.
Adanya penurunan rendemen dari sejumlah pabrik gula pada musim giling mengakibatkan para petani tebu mengeluhkan hal tersebut. Terkait dengan punurunan rendeman pabrik gula memiliki alasan klasik diantaranya keadaan cuaca yang kurang bersahabat maupun kualitas tebu yang kurang memuaskan.

Dari kondisi tersebut mayoritas petani tebu memperkirakan adanya semacam skenario dari holding yang meratakan rendeman pada angka yang rendah di seluruh pabrik, hal yang sangat di sayangkan. Selain itu para petani tebu juga tengah di hadapkan pada persoalan rendahnya harga gula di tingkat lelang. Selain mengeluhkan rendahnya tingkat rendeman musim giling 2015 para petani tebu juga kecewa dengan pencapaian produksi tebu yang juga kurang dari target yang di harapkan. Meski kecewa dari sisi tingkat rendemen maupun produksi, para petani tebu masih memiliki harapan pada harga lelang gula perdana yang akan dilakukan pekan depan. Para petani berharap, harga lelang gula bisa tinggi untuk menutupi kerugian akibat rendahnya tingkat rendemen maupun produksi.

Parahnya sebagian para petani tebu memilih menelantarkan ribuan hektar tanaman tebunya menyusul rendahnya harga gula nasional yang berdampak pada keterlambatan pembayaran Sisa Hasil Usaha (SHU), serta memiliki biaya ditambah lagi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) terlambat dicairkan. Anjloknya harga gula nasional berdampak pada keterlambatan pemberian SHU kepada para petani pasca giling tebunya. Hal tersebut membuat para petani tidak memiliki modal lagi untuk mengolah tebunya untuk membayar kepras.

Selain itu terlambatnya pencairan KKPE juga berdampak bagi para petani akan melakukan replenting (tanam baru) yang biayanya lebih besar kepras atau seterusnya. Alasanya untuk penanaman bibit baru membutuhkan pengadaan bibit kurang lebih 8 ton untuk perhektar atau sekitar biaya Rp. 4 juta belum lagi di tambah pembajakan (pengolahan lahan) sekitar Rp. 2 juta. Belum cairnya KKPE berdampak pada keterlambatan masa tanam yang di khawatirkan akan berpengaruh besar pada kualitas tanamnya. Kualitas tebu yang dihasilkan jelek atau tidak maksimal akan berdampak pada penurunan bobot hasil panen dan rendahnya rendemen. Hal tersebut membuat kondisi petani semakin sulit untuk meningkatkan produktivitasnya.

Selain bantuan di sektor budidaya tebu, para petani juga sangat berharap kepada pemerintah dalam hal ini kementrian perdagangan untuk bisa memihak kepada para petani tebu dengan menentukan HPP gula nasional yang memihak petani dan juga menekan atau mengatur impor gula agar produksi gula lokal dan petani masih bertahan menanam tebu. Demi kesejahteraan para petani tebu menuntut janji dan tanggung jawab investor gula yang akan menjamin Harga Patokan Petani (HPP) tebu pada angka Rp. 8.500/kg. Petani juga menuntut DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) bertanggung jawab, lantaran petani tebu terpuruk akibat tebu mereka menumpuk di pabrik gula belum dilelangkan.

Salah seorang petani tebu Maryono menjelaskan, penetapan HPP tebu sebesar Rp. 8.500 /kg dimusim giling tahun 2014 terkesan diabaikan oleh investor yang enggan bertanggung jawab melelang gulanya. Sementara DPD APTRI selaku pembuat komitmen dengan investor juga terkesan tidak berupaya menagih komitmen tersebut hingga saat ini sisa hasil usaha tebu petani yang biasanya sudah dibagikan maksimal dua minggu setelah produksi tetapi hingga saat ini belum dibagikan.

Lebih lanjut Suyono menjelaskan, HPP gula berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25/M-DAG/PER/5/2014 tanggal 5 Mei 2014 tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal sebesar Rp 8.250/kg dalam pada musim giling tebu tahun ini, tetapi DPD APTRI telah membuat komitmen dengan investor gula HPP gula tahun ini diajamin pada angka Rp. 8.500/kg. Jika harga gula melonjak maka petani mendapatkan dan sharing dan jika harga gula dibawah angka tersebut petani tetap mendapat harga Rp. 8.500/kg

Dari berbagai ulasan di atas jelas dapat di ketahui sebab penanaman tebu di anggap tidak menguntungkan bagi para petani di indonesia untuk dapat terus melakukan penanaman tebu. Berbagai faktor dari penanaman tebu yang semakin mendesak para petani tebu untuk beralih menanam jenis tanaman lain. Demi pencapaian hasil panen tanaman yang maksimal, keuntungan yang maksimal pula para petani tebu perlahan-lahan meninggalkan tanaman tebu.Pemerintah harus segera secepatnya menangani permasalahan yang sedang dialami para petani tebu, agar masih tetap mau menanam tebu kembali .


Terimakasih, salam Esthu Mumpuni

0 komentar:

Posting Komentar